Rabu, 02 April 2014

OPINI TENTANG H.RHOMA IRAMA



DARI PANGGUNG DANGDUT KE PANGGUNG POLITIK

Raden Oma Irama yang populer dengan nama Rhoma Irama lahir di Tasikmalaya, 11 Desember 1946, Pria ‘ningrat’ ini merupakan putra kedua dari empat belas bersaudara, delapan laki-laki dan enam perempuan (delapan saudara kandung, empat saudara seibu dan dua saudara bawaan dari ayah tirinya). Ayahnya, Raden Burdah Anggawirya, seorang komandan gerilyawan Garuda Putih, memberinya nama ‘Irama’ karena bersimpati terhadap grup sandiwara Irama Baru asal Jakarta yang pernah diundangnya untuk menghibur pasukannya di Tasikmalaya. Sebelum pindah ke Tasikmalaya, keluarganya tinggal di Jakarta dan di kota inilah kakaknya, Haji Benny Muharam dilahirkan.
Bung Rhoma, begitu panggliau.ilan akrab sapaan hangat para penggemarnya. Siapa yang tidak mengenal beliau yang satu ini, khususnya rakyat Indonesia yang menggemari music  dangdut. Dari kampung hingga kota menyukai karya – karya yang lahir dari buah pikiran Bung Rhoma. Musik dangdut yang dimainkan Bung Rhoma identik dengan music dangdut religi, yang menyuarakan dakwah – dakwah lewat music. Lirik yang disampaikannya banyak mengangkat tema social dan kedalaman iman seseorang terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Beliau adalah salah satu central musisi yang mengedepankan nilai dakwah dalam music nya. Dan citra ini lah yang kemudian timbul dikalangan masyarakat luas bahwa beliau adalah musisi yang beriman. Namun dibalik citra nya sebagai seorang musisi sekaligus seorang pendakwah, beliau pun tak luput dari pemberitaan mirin dan kontroversi yang menimbulkan beragam opini masyarakat. Akan tetapi beliau tetap konsisten dengan genre music yang digelutinya. Ratusan penghargaan pun sudah banyak beliau raih, baik penghargaan dari dalam negeri maupun internasional.
Bagi sebagian masyarakat, Rhoma Irama adalah sosok figure yang bersahaja dan bijak melalui dakwahnya. Bahkan karya – karya beliau hingga kini sangat melekat dikalangan masyarakat luas. Bisa jadi jika dikatakan Rhoma Irama adalah idola dangdut tanah air bagi mereka yang menggemarinya.
Rhoma Irama, sebagai legenda hidup dangdut negeri ini sangat banyak memiliki penggemar. Namun tidak sedikit juga masyarakat yang tidak begitu suka mengenai sikapnya yang kini terjun dikancah politik Indonesia. Terlebih dengan pencalonan beliau pada pilpres Indonesia tahun 2014 ini. Menurut sebagian masyarakat tentang sosok capres yang satu ini, dirasa masih belum cukup mumpuni untuk memimpin negeri ini. Bagi mereka H. Rhoma Irama adalah “The King of Dangdut” label yang dirasa sangat pantas baginya ketimbang menjadi orang nomer satu Indonesia.
Secara harfiah, sosok H. Rhoma Irama lebih pantas menghibur masyarakat Indonesia yang cenderung masih dalam lingkar kesulitan dari berbagai sisi, seperti ekonomi, pendidikan, religi dan lainnya yang termasuk kesulitan social. Namun dalam hal berpolitik beliau dinilai oleh sebagian masyarakat belum cukup “dewasa” karena kurangnya pengalaman dalam bidang ini. Namun  optimisme tetap ada dalam pernyataan – pernyataan beliau melalui berbagai media.
Berangkat melalui dukungan dari parpol PKB yang menjadi “kendaraan” politik beliau, yang mana background dari parpol tersebut berbasis parpol islam tentunnya dukungan positif banyak didapati dari ulama dan para santri dan juga pembesar – pembesar parpol tersebut yang mayoritas dari kalangan pemuka agama. Dan dalam hal ini, misi – misi yang diangkat oleh tim sukses maupun parpol PKB sendiri sudah pasti terselip misi keagamaan yang menjadi sorotan lebih dalam perjalanan politiknya.
Namun dalam hal ini perlu adanya evaluasi dini, jika H.Rhomo Irama ingin terus melanjutkan niatannya untuk mencalonkan diri sebagai presiden Indonesia. Sebab, factor beragamnya masyarakat Indonesia dari berbagai hal. Semisal, suku, adat istiadat, agama dan kebiasaan lain yang sudah pasti belum tentu sepaham dengan agama yang beliau anut yang menjadi misi tersendiri dalam pencapresannya.
Harusnya beliau juga banyak mengkampanyekan golongan – golongan yang minoritas untuk dapat meraih simpati lebih dari masyarakat Indonesia secara luas. Bahkan didalam pernyataan – pernyataan beliau seharusnya juga mengedapankan nilai – nilai keberagaman tadi, agar beliau juga menerima suara lebih didaerah – daerah terpencil yang jauh dari perkotaan. Mungkin hal ini adalah salah satu cara efektif yang bias dimanfaatkan dalam pencalonan beliau.
Karena biar bagaimana pun juga, Indonesia milik mereka juga yang dalam hal ini adalah golongan minor di tanah air ini dan begitu pun pemimpinnya juga tentunya akan memimpin mereka sebagai golongan minor. Kalau H.Rhoma Irama masih terfokus pada masyarakat perkotaan, tentunyab akan dinilai sebagai kesalahan dalam berpolitik. Dan dijamin akan berkurangnya suara yang diperoleh dan tidak sesuai dengan harapan dari beliau sendiri tentunya.
Peningkatan volume sosialisasi bias dilakukan dengan langsung terjun ke masyarakat dengan misi – misi social yang lebih umum guna menjadikan Indonesia lebih baik. Serta misi – misi yang ikut serta mengembangkan dan memajukan daerah – daerah dan masyarakat – masyarakat yang terbelakang. Perlunya ada evaluasi dalam pernyataan politik beliau yang dinilai kurang mengangkat golongan minor di Indonesia.
Dengan merujuk pada salah satu teori komunikasi dari Harold Lasswell berupa ungkapan verbal, yaitu : Who (siapa), Say What (mengatakan apa), In Which Channels (melalui saluran apa), To Whom (kepada siapa), With What Effect (dengan akibat apa). Dasar – dasar ini yang perlu diperhatikan oleh seorang politisi termasuk H.Rhoma Irama. Dalam beberapa kesempatan H.Rhoma Irama dinilai kurang memperhatikan dasar – dasar tersebut. Sehingga komunikasi yang disampaikan oleh H.Rhoma Irama sebagai seorang komunikator dinilai kurang maksimal diterima oleh komunikan.
Dan pesan politik yang disampaikan oleh seorang politisi juga harus lebih diperhatikan isinya. Muatan – muatan dalam pesan tersebut harus bias menciptakan suatu paradigma dalam pokok pikiran komunikan Indonesia sehingga tercipta opini public yang positif. Bahkan seorang politisi dituntut untuk bias menghambat atau bahkan menghentikan lajunya propaganda negative yang ditujukan kepada seorang politisi.
Dengan pencitraan yang selama ini terbentuk di kalangan masyarakat luas, H.Rhoma Irama harusnya bias meminimalisir propaganda yang lahir dari saingan politiknya. Sosok H.Rhoma Irama yang kuat karakternya sebagai musisi sekaligus seorang pendakwah, haruslah bias menarik simpati dari masyarakat yang cenderung dalam masa pendewasaan berpolitik. Pernyataan – pernyataan politiknya harus dirubah menjadi yang lebih nasionalis, artinya dalam hal ini beliau juga harus mengangkat dan mengedepankan isu – isu dari golongan minoritas yang bias saja menjadi lumbung suara untuknya pada pemilu yang akan dating.
Adapun hal lain yang perlu diperhatikan selain daripada pernyataan atau sikap seorang H.Rhoma Irama yaitu penampilan beliau yang melambangkan atau menginformasikan bahwasanya sosok beliau mewakili dari kalangan atau golongan tertentu. Sedikit banyak penampilan seorang politisi mempengaruhi opini public. Misal dari cara berdandan, gaya rambut, hingga gaya hidup yang melekat dari seorang politisi. Dalam berbagai teori dikatakan bahwa penampilan bagian dari lambing atau pesan politik yang tersimpan atau sengaja diinformasikan untuk tujuan – tujuan politik yang diharapkan.
Dengan sebuah harapan untuk menjadikan Negara Indonesia ini menjadi lebih baik, seorang politisi benar – benar harus mengindahkan hal – hal tersebut apabila beliau H.Rhoma Irama ingin menjadi pemimpin nomer satu di Negara Indonesia ini. Nilai – nilai keberagaman Indonesia juga harus diindahkan guna menjadikan Indonesia Negara yang adil, sejahtera, rukun dan demi terciptanya perdamaian antar masyarakat bangsa.